Minggu, 08 Mei 2011

PERADABAN BANGSA ARAB SEBELUM DI UTUSNYA NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU' ALAIHI WA SALAM


         Kehidupan bangsa Arab sebelum diutus Rasulullah berada dlm kekacauan yg luar biasa. Mereka menyekutukan Allah banyak berbuat maksiat tdk memiliki norma percaya kepada khurafat dan berbagai bentuk kebobrokan moral lain.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam yg merupakan Nabi dan Rasul terakhir diutus di saat tiada para Rasul. Vakum masa itu dari para pembawa risalah dikarenakan Allah murka kepada penduduk bumi baik orang Arab dan selain kecuali sisa-sisa dari ahlul kitab yg mereka telah meninggal. dlm sebuah riwayat Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda :
Sesungguh Allah melihat kapada penduduk bumi. Lalu murka kepada mereka Arab atau ajam kecuali sisa-sisa dari ahlul kitab.
Saat itu memang hanya satu di antara dua orang ahlul kitab yg berpegang dgn kitab yg sudah dirubah dan/atau dihapus atau dgn agama yg punah baik bangsa Arab atau lainnya. Sebagian tdk diketahui dan sebagian yg lain sudah ditinggalkan. Akibat seorang yg umi hanya bisa bersemangat beribadah namun dgn apa yg ia anggap baik dan disangka memberi manfaat baik berupa bintang berhala kubur benda keramat atau yg lainnya
Manusia saat itu benar-benar dlm kebodohan yg sangat akan ucapan-ucapan yg mereka sangka baik padahal bukan serta amalan yg disangka baik padahal rusak. Paling mahir mereka adl yg mendapat ilmu dari warisan para Nabi terdahulu namun telah samar bagi mereka antara haq dan batil. Atau yg sibuk dgn sedikit amalan meski kebanyakann mengamalkan bid’ah yg dibuat-buat. Walhasil kebatilan berlipat-lipat kali dari kebenarannya.
Inilah gambaran ringkas keadaan manusia yg sangat parah saat itu khusus di kota Makkah dan sekitarnya. Keadaan tersebut mulai terlihat sejak muncul Amr bin Luhay Al-Khuza’iy. Ia dikenal sebagai orang yg gemar ibadah dan beramal baik sehingga masyarakat waktu itu menempatkan sebagai seorang ulama.
Sampai suatu saat Amr pergi ke daerah Syam. Ketika mendapati para penduduk beribadah kepada berhala-berhala Amr menganggap sebagai sesuatu yg baik dan benar. Apalagi Syam dikenal sebagai tempat turun kitab-kitab Samawi
Ketika pulang Amr membawa oleh-oleh berhala dari Syam yg bernama Hubal. Ia kemudian meletakkan di dlm Ka’bah dan menyeru penduduk Makkah utk menjadikan sebagai sekutu bagi Allah dgn beribadah kepadanya. Disambutlah seruan itu oleh masyarakat Hijaz Makkah Madinah dan sekitar krn disangka sebagai hal yg benar.
Sejak itulah berhala tersebar di tiap kabilah. Di samping Hubal yg menjadi berhala terbesar di Ka’bah dan sekitar dan juga menjadi sanjungan orang2 Makkah terdapat pula berhala Manat di antara Makkah dan Madinah. Manat merupakan sesembahan orang2 Aus dan Khazraj dan qabilah dari Madinah. Juga ada Latta di Thaif dan Uzza. Ketiga berhala ini merupakan yg terbesar dari yg ada.
Akibat peribadatan kepada berhala menjadi pemandangan yg sangat mencolok. Apalagi kesyirikan tersebut disangka masyarakat waktu itu sebagai agama Ibrahim ‘alaihis salam. Padahal tradisi menyembah berhala-berhala itu kebanyakan adl hasil rekayasa Amr bin Luhay yg kemudian dianggap bid’ah hasanah
Dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam tentang perbuatan Amr ini: “Saya melihat Amr bin Amir Al-Khuza’iy menyeret usus di neraka. Dia yg pertama kali melukai unta ”
Diantara tradisi syirik masyarakat waktu itu adl menginap di sekitar berhala itu memohon mencari berkah dari krn diyakini dapat memberi manfaat thawaf tunduk dan sujud kepada menghidangkan sembelihan dan sesaji kepada dan lain-lain. Mereka melakukan hal itu krn meyakini bahwa itu akan mendekatkan kepada Allah dan memberi syafaat sebagaimana Allah kisahkan dlm Al Qur’an. Mereka mengatakan:
“Kami tdk menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dgn sedekat-dekatnya.”
“Dan mereka menyembah kepada selain Allah apa yg tdk dapat mendatangkan kenmudharatan kepada mereka dan tdk manfaat. Dan mereka berkata ’Mereka itu adl pemberi syafaat kepada kami di sisi Allah’”.
Selain kesyirikan kebiasaan jelek yg mereka lakukan adl perjudian dan mengundi nasib dgn 3 anak panah. Cara dgn menuliskan “ya” “tidak” dan dikosongkan pada ketiga anak panah itu. Ketika ingin bepergian misal mereka mengundinya. Jika yg keluar “ya” mereka pergi dan jika “tidak” tdk jadi pergi. Jika yg kosong mk diundi lagi.
Mereka juga mempercayai berita-berita ahli nujum peramal dan dukun serta menggantungkan nasib melalui burung-burung. Ketika ingin melekukan sesuatu mereka mengusir burung. Jika terbang ke arah kanan berarti terus jika ke arah kiri berarti harus diurungkan. Selain itu mereka juga pesimis dgn bulan-bulan tertentu. Misal krn pesimis dgn bulan safar mereka kemudian merubah aturan haji sehingga tdk mengijinkan orang luar Makkah utk haji kecuali dgn memakai pakaian dari mereka. Jika tdk mendapatkan mk melakukan thawaf dgn telanjang
Kehidupan sosial kemasyarakatan dlm kaitan dgn hubungan lain jenis pun sangat rendah khusus di kalangan masyarakat menengah ke bawah. Sampai-sampai pada salah satu cara pernikahan mereka seorang wanita menancapkan bendera di depan rumah. Ini merupakan tanda utk mempersilahkan bagi laki2 siapa saja yg ingin ‘mendatanginya’. Jika sampai melahirkan mk semua yg pernah melakukan hubungan dikumpulkan dan diundang seorang ahli nasab utk menentukan siapa bapak kemudian sang bapak harus menerimanya.
Poligami saat itu juga tdk terbatas sehingga seorang laki2 bisa menikahi wanita sebanyak mungkin. Bahkan sudah menjadi hal yg biasa seorang anak menikahi bekas istri ayah dgn mahar semau laki-laki. Jika perempuan itu tdk mau mk laki2 itu akan memaksa wanita itu utk menikah kecuali dgn siapa yg diizinkan olehnya. Sehingga dlm banyak hal wanita terdzalimi. Sampai yg tdk berdosapun merasakan kedzaliman itu yaitu bayi-bayi wanita yg ditanam hidup-hidup krn takut miskin dan hina
Tentu kenyataan yg ada lbh dari yg tergambar di atas. Meski tdk dipungkiri di sisi lain mereka memiliki sifat atau perilaku yg baik namun itu semua lebur dlm kerusakan agama moral yg bejat yg di kemudian hari seluruh ditentang oleh Islam dgn diutus Rasullallah Shallallahu ‘alaihi Wasallam sebagai pelita yg sangat terang bagi umat ini.



Kondisi Politik




Secara global-teritorial, Arab merupakan negeri yang terletak di semenanjung Arab yang dikelilingi tiga lautan, yaitu Laut Merah di Barat, Samudera Hindia di Selatan, dan Teluk Persia di sebelah Timur. Letak geopolitik ini berdampak signifikan pada kondisi sosial bangsa Arab. Negeri Yaman misalnya, diperintah oleh bermacam-macam suku dan pemerintahan yang terbesar adalah masa pemerintahan Tababi’ah dari kabilah Himyar.
Di bagian Timur Jazirah Arab, dari kawasan Hirah hingga Iraq, yang ada hanya daerah-daerah kecil yang tunduk kepada kekuasaan Persia hingga datangnya Islam. Raja-raja Munadzirah sama sekali tidak berdiri sendiri dan tidak merdeka, tetapi tunduk secara politis di bawah kekuasaan raja-raja Persia. Bagian Utara Jazirah Arab sama dengan bagian Timur, karena di daerah itu juga tidak ada pemerintahan bangsa Arab yang murni dan merdeka. Semua raja di sini tunduk di bawah kekuasaan Romawi. Raja-raja Ghasasanah semuanya serupa dengan raja-raja Munadzirah.
Sementara itu, di Tengah Jazirah Arab, di mana terdapat tanah suci Mekkah dan sekitarnya, kaum Adnaniyyin menjadi penguasa yang independen, tidak dikuasai oleh Romawi, Persia, maupun Habasyah. Allah telah menjaga kehormatan tanah dan penduduk disana. Bahkan sejak masa imperialisme Barat yang menjajah dunia Islam, tak ada yang bisa menguasai negeri suci ini karena Allah telah menjaga kesuciannya.

Kondisi Ekonomi



Perekonomian bangsa Arab secara umum tidak bermakna apa-apa, kecuali negeri-negeri yang ada di daerah Yaman. Yaman adalah negeri yang subur, khususnya di sekitar bendungan Ma’rib, di mana pertanian maju secara pesat dan menakjubkan. Di masa itu juga telah berkembang industri, seperti industri kain katun dan persenjataan berupa pedang, tombak, dan baju besi. Akan tetapi, mereka tidak bersyukur dan justru berpaling dari ketaatan kepada Allah. Karena kekufuran itu, Allah pun menghancurkan bendungan Ma’rib itu.
Sementara itu, mayoritas kabilah Adnan tinggal di tengah gurun pasir dengan rumput yang sedikit untuk mengembala domba. Mereka hidup dari susu dan dagingnya. Sedangkan kaum Quraisy yang tinggal di tanah suci mengandalkan perekonomiannya dari berdagang. Pada musim dingin, mereka berduyun-duyun ke Yaman untuk berdagang. Dan ketika musim panas, mereka memilih Syam sebagai tujuan perdagangannya. Orang-orang Quraisy ini hidup dalam kemakmuran, berbeda dengan kabilah-kabilah lainnya yang rata-rata hidup susah dan menderita.


Kondisi Sosial


Fase kehidupan bangsa Arab tanpa bimbingan wahyu Ilahi dan hidayah sangatlah panjang. Oleh sebab itu, di antara mereka banyak ditemukan tradisi yang sangat buruk. Berikut ini adalah contoh beberapa tradisi buruk masyarakat Arab Jahiliyah.
1.       Perjudian atau maisir. Ini merupakan kebiasaan penduduk di daerah perkotaan di Jazirah Arab, seperti Mekkah, Thaif, Shan’a, Hijr, Yatsrib, dan Dumat al Jandal.
2.       Minum arak (khamr) dan berfoya-foya. Meminum arak ini menjadi tradisi di kalangan saudagar, orang-orang kaya, para pembesar, penyair, dan sastrawan di daerah perkotaan.
3.       Nikah Istibdha’, yaitu jika istri telah suci dari haidnya, sang suami mencarikan untuknya lelaki dari kalangan terkemuka, keturunan baik, dan berkedudukan tinggi untuk menggaulinya.
4.       Mengubur anak perempuan hidup-hidup jika seorang suami mengetahui bahwa anak yang lahir adalah perempuan. Karena mereka takut terkena aib karena memiliki anak perempuan.
5.       Membunuh anak-anak, jika kemiskinan dan kelaparan mendera mereka, atau bahkan sekedar prasangka bahwa kemiskinan akan mereka alami.
6.       Ber-tabarruj (bersolek). Para wanita terbiasa bersolek dan keluar rumah sambil menampakkan kecantikannya, lalu berjalan di tengah kaum lelaki dengan berlengak-lenggok, agar orang-orang memujinya.
7.       Lelaki yang mengambil wanita sebagai gundik, atau sebaliknya, lalu melakukan hubungan seksual secara terselubung.
8.      Prostitusi. Memasang tanda atau bendera merah di pintu rumah seorang wanita menandakan bahwa wanita itu adalah pelacur.
9.       Fanatisme kabilah atau kaum.
10.   Berperang dan saling bermusuhan untuk merampas dan menjarah harta benda dari kaum lainnya. Kabilah yang kuat akan menguasai kabilah yang lemah untuk merampas harta benda mereka.
11.    Orang-orang yang merdeka lebih memilih berdagang, menunggang kuda, berperang, bersyair, dan saling menyombongkan keturunan dan harta. Sedang budak-budak mereka diperintah untuk bekerja yang lebih keras dan sulit.
Kondisi Agama


Menurut Thaib Thahir Abdul Mu’in, hakikat ibadah pendudukan Arab Jahiliyah adalah hasil dari salah satu dua perasaan, yaitu:
1.       Perasaan manusia yang merasa bahwa ada kekuatan tersembunyi, yang tidak dapat dikenal dan diketahui oleh manusia. Kekuatan itu yang menyebabkan bergerak dan berlakunya alam semesta ini dengan teratur dan harmonis. Perasaan ini tertanam dalam jiwa manusia.
2.       Perasaan yang salah terhadap sesuatu, karena hanya berdasarkan kepada pancaindera saja, seperti perasaan terhadap salah satu kekuatan yang ada di alam ini. Misalnya, perasaan orang Mesir kuno yang menganggap keistimewaan itu pada sapi, matahari, sungai Nil, dan sebagainya. Perasaan inilah yang mendorong manusia ke arah kepercayaan yang salah. Tetapi meskipun salah, perasaan itu sangat membekas di dalam kehidupan masyarakat ketika itu. Bahkan bekas-bekas itu hingga kini masih terlihat di kalangan umat yang terbelakang.
Bangsa Arab umumnya mempunyai kedua perasaan tersebut. Perasaan yang pertamalah yang mendorong bangsa Arab mengabdi kepada Allah dan mengakui jualah yang menjadikan langit dan bumi, memberikan rezeki, dan sebagainya. Sedangkan perasaan kedua yang mendorong mereka menyembah berhala, karena awalnya mereka mengganggap bahwa berhala adalah alat penghubung menyembah dan mendekatkan diri kepada Allah. Namun pada akhirnya mereka meyakini bahwa dalam berhala-berhala itu memiliki kekuatan sendiri.
Kemusyrikan di tengah bangsa Arab musya’ribah, bermula ketika mereka keluar mencari rezeki. Jika di antara penduduk di sekitar Makkah ada yang hendak bepergian ke daerah lain, mereka membawa beberapa batu yang ada di dekat Ka’bah, dengan tujuan sebagai kenang-kenangan bagi tanah airnya dan sebagai pengganti Ka’bah yang tidak dapat dibawa. Semenjak itulah orang Jahiliyah menghormati dan mengangungkan batu. Keadaan ini berlangsung beberapa abad lamanya dan turun temurun. Sehingga anak cucunya yang kemudian, tidak mengenal lagi asal muasal penghormatan dan penyembahan batu-batu itu.
Sebagian bangsa Arab ada yang pindah dari menyembah batu-batu kepada menyembah berhala atau arca, ada yang tetap menyembah batu, dan ada pula yang tetap berpegang kepada agama Nabi Ibrahim. Dengan demikian, iman orang Arab Jahiliyah terhadap batu-batu dan berhala itu tidak begitu kuat. Karena dasar kepercayaannya kurang kuat. Mereka akan membinasakan arca-arca itu, apabila harapan-harapan mereka tidak terkabul. Dan apabila terkabul, mereka akan membayar dengan pengorbanan berupa hewan ternak.
Berhala yang dipuja dan disembah oleh bangsa Arab Jahiliyah sangat banyak jumlahnya. Dari sekian banyak berhala-berhala tersebut, yang terbesar dan termasyhur ada lima berhala, antara lain:
1.       Berhala Wad atau Waddan, menjadi sesembahan kabilah Kalb,
2.       Berhala Sua’ atau Sua’an, menjadi sesembahan kabilah Huzdail,
3.       Berhala Yaghuts, menjadi sesembahan kabilah Bani Khuthaif,
4.       Berhala Nasr, menjadi sesembahan kabilah Himyar.
Nama-nama ini dahulu adalah nama orang-orang shaleh dari kaum Nabi Nuh. Setelah orang-orang shaleh itu meninggal dunia, umatnya mengadakan peringatan-peringatan untuk mereka dengan cara mendewakannya. Setelah generasi itu mati, mereka menjadi disembah. Selain dari lima berhala tersebut, ada beberapa berhala pula yang utama, yaitu Latta, Uzza, dan Manat.
Kaum Quraisy dan Arab Jahiliyah di Mekkah, tidaklah menghormati dan membesar-besarkan kelima berhala di atas. Mereka hanya memuja ketiga berhala itu, sebab itu yang paling utama dan lebih tinggi derajatnya bagi mereka. Dari ketiga berhala itu, orang Quraisy memilih yang terpenting dan istimewa, yaitu Uzza. Kabilah Bani Saqif lebih memuliakan dan mengutamakan Latta. Sedangkan Bani Aus dan Khazraj di Madinah lebih mengutamakan Manat.
Ada pula sebagian bangsa Arab Jahiliyah yang menyembah Ba’l atau Baal. Menurut mereka berhala Ba’l ini dapat menyebabkan suburnya tanah dan menimbulkan hasil yang banyak. Golongan yang banyak menyembah Ba’l ini adalah kaum tani. Dan ada pula golongan yang mutlak tidak mengakui adanya Allah dan Tuhan lainnya. Golongan ini dinamakan Dahrenun (Ateis). Menurut mereka segala yang ada di alam semesta ini adalah kejadian alam yang terjadi dengan sendirinya, tanpa ada yang menjadikannya.
Demikian pula peradaban dan kemasyarakatan pada bangsa Arab Jahiliyah tersebut terus-menerus dalam percekcokan antar kabilah-kabilah. Mereka saling rampas-merampas, selalu melanggar dan menghianati janji-janji mereka, tidak peduli kepada orang lain maupun sanak saudaranya, gelisah dan malu apabila memperoleh anak perempuan, membunuh dan mengubur anak-anak perempuan, takut miskin, dan sebagainya. Dengan kata lain, hukum yang berlaku di bangsa Arab Jaliyah adalah hukum ‘rimba’, yaitu siapa yang kuat, maka itu yang menang. Dan siapa yang lemah, maka ia akan tertindas.
Dari beberapa keterangan di atas, maka dapat dipahami bahwa bangsa Arab Jahiliyah, mempunyai kepercayaan dan Tuhan yang bermacam-macam. Akan tetapi, walaupun tampak banyak ragamnya, namun pada umumnya orang Arab, khususnya suku Quraisy, tetap memuliakan dan beribadah di Ka’bah. Mereka menghormati Ka’bah dan menjalankan kegiatan ibadah di tempat itu.
Walaupun masyarakat Arab, khususnya suku Quraisy, memuliakan dan menghormati Ka’bah, tetapi mereka membuat bid’ah-bid’ah agama yang melampaui batas, antara lain:
1.       Mempersembahkan bahirah, sa’ibah, washilah, dan ham. Bahirah adalah unta betina yang dibelah telinganya, kemudian dilepaskan, tidak boleh ditunggangi dan tidak boleh diambil air susunya. Sa’ibah adalah unta yang dibiarkan pergi ke mana saja atau diserahkan kepada Tuhan karena suatu nadzar. Washilah adalah seekor domba betina yang melahirkan sepuluh anak betina kembar. Domba ini disebut washilah(penyambung), karena ia menyambung kesepuluh anak-anaknya, dan khusus dimakan oleh lelaki. Sedangkan, ham adalah unta jantan yang tidak boleh ditunggangi atau dibebani, karena telah membuntingi unta betina sejumlah yang telah ditentukan.
2.       Bid’ah wukuf di Muzdalifah pada saat haji, dan tidak perlu wukuf di Arafah.
3.       Bid’ah tidak boleh berthawaf dengan pakaian yang mengandung unsur maksiat kepada Allah, tidak boleh berthawaf mengenakan pakaian lama. Jika tidak menemukan pakaian khusus untuk berthawaf, mereka harus berthawaf dengan telanjang, sekalipun wanita.
4.       Bid’ah mengundi nasib dengan panah.
5.       Bid’ah An Nasi’, yaitu menangguhkan kesucian bulan Muharram ke bulan Shafar, agar mereka diperolehkan melakukan peperangan pada bulan haram itu.
Setelah mengetahui bagaimana kondisi-kondisi pada zaman jahiliyah tersebut, marilah kita renungkan. Pada era globalisasi sekarang ini, nilai-nilai dan sistem sekuler dapat masuk dengan mudah dan menyingkirkan nilai-nilai islami sebagaimana Rasulullah ajarkan. Akibatnya, banyak orang di sebagian belahan dunia yang pola hidupnya serupa atau telah kembali kepada masa Jahiliyah. Banyak orang yang cerdas dan jenius dengan ilmu pengetahuannya yang malah menjauh dari agamanya, membuat bid’ah-bid’ah yang serupa dengan Jahiliyah, menghalalkan hal-hal yang haram demi keuntungan pribadi, saling bermusuhan dan penindasan terhadap yang lebih lemah, tidak bersyukur atas nikmat Tuhan, banyak perjudian, mabuk-mabukan, pornografi, memamerkan kecantikan atau ketampanan, mempermainkan dan meremehkan pernikahan, aborsi, prostitusi, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, era sekarang ini bisa disebut dengan zaman ‘Jahiliyah ke-2’ atau yang ke sekian.

  •  Abu Bakar Jabir Al Jazairi. Muhammad, My Beloved Prophet. 2007. 24-27
  •  Al Jazairi. Muhammad, My Beloved Prophet. 28-29
  •  M. Thaib Thahir Abdul Mu’in. Ilmu Kalam. 1997. 157
  •  Abdul Mu’in. Ilmu Kalam. 178
  •  Al Jazairi. Muhammad, My Beloved Prophet. 38
  •  Abdul Mu’in. Ilmu Kalam. 59
  •  Abdul Mu’in. 61
  •  Abdul Mu’in. Ilmu Kalam. 63
  •  Abdul Mu’in. Ilmu Kalam. 67
  •  Abdul Mu’in. Ilmu Kalam. 70

3 komentar:

BELAJAR BAHASA mengatakan...

sebelum ada Nabi, bangsa Arab hidup tanpa koordinasi

BELAJAR BAHASA mengatakan...

Kehadiran Nabi membawa berbagai kemajuan

BELAJAR BAHASA mengatakan...

informasi menarik, komentar juga ya ke blog saya www.belajarbahasaasing.com

Posting Komentar